Jumat, 04 Desember 2009

Antara Masjid Jin, Kucing dan Rumah Rosul




Bangunannya tergolong jelek di antara bangunan megah di kawasan Masjidil Haram, bahkan untuk disebut sederhana pun tak cocok untuk ukuran masa kini. Apa lagi jika dibandingkan dengan masjid Al-Jin dan Kucing yang dekat dengan Masjidil Haram. Kesan tertinggal jauh amat kuat. Bahkan disebutkan sederhana untuk sebuah negeri kaya minyak sangat tidak cocok.

Itulah rumah atau tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW, nabi yang besar dan terakhir dari sejumlah nabi yang dikenal dan disebut dalam AlQuran.

Tatkala mendekati bangunan tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang di sisi kanannya banyak orang dari berbagai negara mengantri air zam-zam, terlihat anggota jemaah haji dari berbagai negeri dan bahkan Indonesia banyak menziarahi tempat tersebut. Mereka datang sebagai ungkapan rasa cinta, bangga dan memuliakan Nabi Muhammad SAW.

Banyak jemaah yang datang ke tempat kelahiran nabi -- oleh warga Arab setempat disebut Maulid Nabi -- dengan maksud menyampaikan rasa syukur bahwa dirinya memeluk Islam sebagai agama yang disampaikan Rasulullah, Nabi Muhammad SAW dengan berziarah ke tempat tersebut.

Namun di sisi lain orang yang berziarah dan mengerti adab memberi hormat kepada para pembawa risalah Allah, menyatakan kekecewaan bahwa tempat tersebut harusnya diberi perhatian lebih sebagaimana Rasulullah juga memperhatikan Ka'bah yang kemudian oleh para penerusnya diperbaiki dan disempurnakan guna meningkatkan aqidah dan ketakwaan kepada Allah.

Suara desingan peralatan berat dan debu yang bertebaran membungkus rumah kelahiran Nabi Muhammad SAW, berukuran sekitar 15 x 10 meter tersebut, menambah kotor bangunan itu.

Rumah kelahiran Nabi Muhammmad SAW kini dijadikan perpustakaan, yang oleh petugasnya pun bagi warga pendatang bila ingin masuk kerap dilarang. Entah apa alasannya.

Jika dibandingkan dengan masjid Kucing atau pun masjid Al-Jin, atau Jin biasa disebut, tempat kelahiran nabi sangat tak sebanding. Dinding rumah kelahiran Nabi Muhammad SAW masih tetap terbuat dari tembok biasa pada umumnya. Lantai buatan "tempo doeloe".

"Bangunannya jadul," kata seorang pengunjung dari Jakarta. "Jadul" maskudnya, jaman dulu amat. Kuno sekali.

Berbeda dengan Masjid Al Jin. Bangunannya tergolong "wah". Karpet serba mewah dan dinding serba marmer. Demikian juga masjid Kucing. Maski bentuk dan luas lahannya tak lebih dari 100 meter persegi, tapi tergolong bagus dan indah dipandang mata.

Masjid Jin terletak di kampung Ma'la, tidak jauh dari Pemakaman Ma'la. Masjid ini juga di beri nama "Masjid Bai'ah", karena ditempat ini para Jin berjanji (ber-bai'at) kepada Rasulullah SAW untuk beriman kepada Al-quran dan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

Diriwayatkan, setelah salat Subuh Rasulullah SAW dan para sahabat, ketika dibacakan beberapa ayat Al-quran dan sekumpulan Jin sedang dalam perjalanan ke Tihamah mendengar, lalu mereka berdialoq dengan Nabi SAW. kemudian mereka menyatakan dirinya beriman kepada Allah SWT.

Di tempat itulah Allah SWT menurunkan wahyu, dalam Al-quran surat Al-Jin ayat 1-2 yang berbunyi: Telah diwahyukan kepadamu bahwa sekumpulan Jin mendengarkan ayat Al-quran. Lalu mereka berkata: "sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-quran yang menakjubkan. Yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, karena itu kami tidak akan mempersekutukan Allah SWT kami dengan siapapun juga".

Masjid Kucing juga punya kisah sendiri. Ketika Rasulullah SAW sedang salat berjamaah dengan para sahabat, waktu Rasulullah SAW sedang sujud ada kucing yang naik ke atas punggungnya. Karena sayangnya Rasulullah SAW kepada kucing, Beliau menunggu sampai kucing itu turun dari punggungnya, Beliau tidak mengusirnya.

Lalu, kenapa orang Arab tak sayang dengan peninggalan sejarah sekelas bekas tempat kelahiran Rasullullah? Panglima Perang dari Mesir, Salahudin Al Ayubi saja membuat sayembara membuat puisi bernafaskan Islami dan menamamkan kecintaan kepada Rasulullah untuk menyatukan umat Islam.

Salawat Barjanji adalah salah satu ungkapan sebagai rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Lantas, kenapa bangunan tersebut terabaikan di tengah perluasan Masjidil Haram yang kini tengah diperluas.

Dalam literatur disebutkan, tempat kelahiran Nabi adalah awalnya di lembah Abu Thalib dan sekarang tempat itu dipisahkan dari Masjidul Haram oleh lantai marmer. Ketika Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah ke Madinah, rumah ini ditinggali oleh Aqil bin Abi Thalib yang kemudian didiami oleh anak turunannya.

Selanjutnya rumah itu dibeli oleh Khizran, istri Harun. Kaum muslimin dari seluruh dunia menghormati rumah ini.

Para tenaga musiman -- dikenal sebagai Temus -- mengaku pernah mendengar tempat kelahiran Nabi itu akan dibongkar. Tujuannya untuk perluasan Masjidil Haram. Namun, entah mengapa, niat pemerintah setempat diurungkan.

"Saya dengar, pimpinan negara Islam dunia mengajukan keberatan kepada Pemimpin Arab Saudi. Sehingga, ya tempat kelahiran Nabi tetap seperti itu," kata Anto, Temus asal NTB yang sudah puluhan tahun bermukim di Mekkah.

Bagi Muslim yang hendak masuk ke tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW, tak semudah yang dibayangkan. Seperti juga umat Islam lainnya, ketika mendekati Hajar Aswad untuk menciumnya, pasti dihalau Askar, aparat keamanan negeri setempat.

"Haram. Haram ..." begitu ucapan yang selalu keluar dari penjaga pintu bagi umat Muslim yang hendak melihat ke dalam ruang tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Penjaga ini kerap mengingatkan agar setiap pengunjung cukup melihat dari pintu saja. Tak boleh berlama-lama, untuk memberi kesempatan kepada umat Islam lainnya yang berkunjung ke rumah tersebut.

Tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW ini kini telah diubah menjadi perpustakaan umum. Namun tak semua orang bebas masuk. Pada tahun lalu juga diberlakukan larangan serupa. Hal ini untuk menghindari kemungkinan adanya kerusakan pada koleksi buku yang tersimpan di dalamnya.

Dahulu, di tempat tersebut, dibangun sebuah masjid oleh Al-Khaizuran, ibu dari khalifah Harun Al Rasyid pada Dinasti Abbasiah. Lantas dihancurkan dan dijadikan perpustakaan umum oleh Syaikh Abbas Qatthan pada 1370 H/1950.

Di situ tertulis huruf Arab "Maktabah Makkah al-Mukarramah" (Perpustakaan Mekkah al-Mukarramah). Dan umat Muslim pun dari mancanegara selalu memadati tempat itu. Sebagai ungkapan rindu kepada Nabi akhir zaman, pemimpin-Nya, yang memberi syafaat hingga hari kiamat.

Bangunan tempat kelahiran nabi yang sekarang ada tetap berdiri karena atas desakan wali kota Mekkah Syaikh Abbas Qatthan yang meminta agar Raja Abdul Aziz mengizinkan ia untuk membangun perpustakaan dan sekarang juga disebut "Maktabah Makkah Mukarramah".

Sebelumnya tatkala keluarga Saud menjadi penguasa di Arab Saudi dan dimulainya penghancuran tempat-tempat ziarah, rumah tempat dilahirkannya Nabi pembawa rahmat itu tidak luput dari rencana bagian penghancuran. ^republika online^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar